MEDAN - Inflasi di Sumatera Utara pada September 2025 mencapai 5,32 persen, tertinggi di Indonesia. Lonjakan harga ini terutama dipicu oleh kenaikan komoditas pangan seperti cabai merah, bawang merah, beras, dan daging ayam ras.
Tingginya konsumsi pangan akibat MBG memperbesar permintaan terhadap bahan pokok. Di sisi lain, Sumut juga menjadi pemasok utama bagi provinsi sekitar seperti Riau dan Aceh, sehingga tekanan pada pasokan semakin besar.
Infrastruktur jalan yang belum optimal—jalan mantap baru mencapai 72,76 persen—menambah biaya transportasi dan waktu distribusi, memperparah inflasi di sektor pangan.
Selain itu, margin perdagangan dan pengangkutan (MPP) beras mencapai 24,35 persen dengan rantai pasok empat tahap, menandakan efisiensi distribusi masih rendah.
Meski begitu, Pemerintah Provinsi Sumut bersama TPID bergerak cepat dengan 11 langkah pengendalian inflasi, seperti pasar murah, pembagian bahan pangan gratis, dan sidak pasar berdasarkan prinsip 4T (tepat lokasi, komoditi, sasaran, dan waktu).
Ke depan, pemerintah fokus pada reformasi struktural dan pembangunan ekosistem pangan berkelanjutan. Upaya ini mencakup peningkatan produktivitas petani melalui benih unggul, perbaikan irigasi, serta digitalisasi rantai pasok.
Dengan kolaborasi antara pemerintah daerah, BUMD, BI, BPS, Bulog, dan perguruan tinggi seperti USU, Sumut diharapkan mampu menjadi contoh daerah tangguh dalam menjaga kestabilan harga dan daya beli masyarakat. (Ant)



